Selasa, 28 Maret 2023

 IBRANI 10 : 1 – 18

TEMA   : PERSEMBAHAN YANG SEMPURNA

 


Saudara-saudara yang Tuhan Yesus kasihi, ….

Ada satu suku di Papua, yang bernama suku SAWI. Suku ini adalah suku pengembara, yang sampai dengan awal tahun 1960-an masih hidup dalam keadaan primitif.  Suku ini dikenal sebagai suku yang suka memuja penghianatan, kanibal, suka berperang, dan menggunakan tengkorak kepala musuh mereka sebagai alas tidur. Salah satu budaya yang terkenal dari suku Sawi adalah menjalin persahabatan kemudian menghianati sahabat dengan mula-mula menggemukkan dia lalu membunuh dan memakan dagingnya. Cara hidup yang demikian membuat kehidupan mereka dengan suku-suku yang lain diliputi oleh kecurigaan dan selalu siap untuk berperang. Itulah sebabnya mengapa begitu sulit sekali membawa Injil masuk dalam kehidupan dan budaya suku ini. Namun di tahun 1962, salah satu lembaga Kristen di Kanada, mengutus sepasang suami istri yang bernama Don dan Carol Richardson untuk memberitakan Injil Yesus Kristus di antara orang-orang suku Sawi. Sudah tentu ada banyak rintangan yang harus dihadapi oleh Don dan Carol dalam memperkenalkan kekristenan kepada mereka. Jurang yang memisahkan antara kekristenan dan keganasan suku Sawi sangat lebar dan sepertinya sulit untuk dijembatani. Sekalipun demikian budaya mereka tentang anak perdamaian menunjukkan ketulusan mereka untuk menciptakan perdamaian di antara suku-suku yang suka berperang. Tradisi anak perdamaian diberlakukan kalau tidak ada jalan lain bagi dua pihak yang saling berperang untuk berdamai. Seorang ayah dari salah satu pihak menyerahkan anak kandungnya sendiri, yakni seorang bayi laki-laki, kepada wakil dari pihak musuh. Kemudian dari pihak musuh juga akan menyerahkan seorang bayi laki-laki dari sukunya kepada orang yang tadi menyerahkan anaknya. Masing-masing pihak kemudian membuat janji secara lisan yang didengar banyak saksi dari kedua belah pihak bahwa mereka akan mempertahankan perdamaian selama kedua anak itu hidup. Sesudah itu  orang-orang dari kedua belah pihak yang tadi menerima dan menyerahkan anaknya sebagai jaminan perdamaian akan memanggil kaum kerabat dari sukunya untuk meletakkan telapak tangan mereka atas anak perdamaian itu sebagai tanda bahwa mereka pun akan ikut menjaga perdamaian di antara kedua pihak.

Saudara yang terkasih,….

Tradisi ini memang bagus, namun sesungguhnya tidak menjamin perdamaian yang kekal akan terjadi antara kedua pihak yang berseteru. Karena ketika salah seorang anak perdamaian meninggal dunia, perang pasti berkobar lagi. Don dan Carol kemudian menggunakan tradisi ini sebagai batu loncatan guna memperkenalkan tentang Yesus Kristus. Yesus Kristus juga adalah Anak Perdamaian yang diberikan Allah untuk memperdamaikan manusia dengan Allah. Namun sudah tentu ada perbedaan yang sangat besar antara anak perdamaian dari suku Sawi dengan Anak Perdamaian dari Allah. Penulis surat Ibrani dalam bagian pembacaan kita tadi, jelas-jelas hendak memperlihatkan perbedaan tersebut. Penulis surat Ibrani memang tidak berbicara tentang perjanjian damai yang dilakukan di suku Sawi, melainkan penulis berbicara tentang apa yang sering dilakukan oleh orang-orang Yahudi guna mendapatkan penebusan dosa. Namun kita lihat ada kemiripan antara kebiasaan suku Sawi dan kebiasaan orang-orang Yahudi.

Guna mendapatkan pengampunan dosa, setiap tahun orang-orang Yahudi akan membawa persembahan/korban penghapus dosa ke dalam Bait Allah. Sekalipun hal tersebut dilakukan terus menerus atau berulang-ulang, tetap tidak memberi jaminan bahwa dosa-dosa umat sudah diampuni. Di ayat empat dikatakan “Sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa.” Pengampunan atas dosa yang telah menyebabkan putusnya hubungan manusia dengan Allah, merupakan kebutuhan utama dari umat manusia/orang-orang percaya. Kebutuhan ini tidak bisa dianggap sepele atau dipandang tidak penting. Sebaliknya kebutuhan ini sangat penting. Itulah sebabnya mengapa orang-orang Yahudi setiap tahun harus membawa korban persembahan penghapus dosa. Karena kebutuhan atas penghapusan dosa teramat sangat penting, maka Allah berinisiatif untuk menyerahkan Anak-Nya yang tunggal, Yesus Kristus sebagai Persembahan yang sempurna dalam menghapus dosa umat manusia. Dalam kehadiran-Nya ditengah-tengah dunia ini, Yesus Kristus tahu bahwa Dia adalah Anak Perdamaian. Untuk menghapus dosa umat manusia, Yesus Kristus tidak mengorbankan kambing jantan atau lembu jantan, sebaliknya Ia mengorbankan diri-Nya sendiri.  Yesus mau menanggung semua penderitaan dan kematian akibat dosa, demi memberikan hidup yang sesungguhnya kepada manusia. Dan apa yang Yesus lakukan ini, berbeda dengan yang dilakukan oleh suku Sawi dan juga orang-orang Yahudi. Perbedaannya nampak dari :

1. Pengorbanan Yesus dilakukan satu kali untuk selama-lamanya, (Roma 6 : 10).

2. Pengorbanan Yesus memberikan jaminan keselamatan yang kekal untuk setiap orang yang percaya kepada-Nya.

3.  Pengorbanan Yesus Kristus dilakukan atas dasar  KASIH, (Yohanes 3:16).

Orang-orang dari suku Sawi harus menjaga supaya anak perdamaian tidak boleh mati sehingga mereka dapat hidup aman dan damai; orang-orang Yahudi harus berulang-ulang/terus-menerus mempersembahkan korban penghapus dosa, supaya mereka diyakinkan bahwa dosa mereka diampuni. Namun Yesus Kristus melakukan penebusan dosa satu kali untuk selama-lamanya, tanpa mengorbankan orang lain, tapi diri-Nya sendiri. Itulah sebabnya pengorbanan Yesus untuk penghapusan dosa/pengampunan dosa disebut sebagai PERSEMBAHAN YANG SEMPURNA.

Saudara-saudara terkasih,….

Pada hari Jumaat, 7 April 2023 kita kembali diundang oleh Yesus Kristus ke dalam Perjamuan Kudus, di Jumaat Agung. Sama seperti perayaan Perjamuan Kudus yang selalu kita ikuti selama ini, Perayaan Perjamuan Kudus kali ini pun hendak mengingatkan kita bahwa pengampunan atas dosa-dosa kita dimungkinkan oleh Kasih dan Kemurahan Allah atas kita semua. Bukti dari pengorbanan Yesus itu yang kita rayakan dalam bentuk Perjamuan Kudus. Simbol-simbol yang dipakai dalam Perjamuan Kudus, seperti Meja Perjamuan yang berbentuk salib, Roti dan Anggur, semuanya itu juga bermaksud untuk mengingatkan kita tentang Persembahan Yang Sempurna yang sudah terjadi di kayu salib pada dua ribu tahun yang lalu. Kalau Allah dapat memberikan yang terbaik yang ada pada-Nya yaitu Yesus Kristus sebagai Korban Persembahan yang sempurna bagi kita, kalau Yesus Kristus rela memberikan diri-Nya menderita bahkan mati di kayu salib ganti kita, lantas apa yang sudah kita lakukan sebagai respons kita atas karya keselamatan Allah itu? Sudahkah kita juga memberi yang terbaik yang ada pada kita kepada Allah? Sudahkah kita mengasihi Allah dengan sungguh? Sudahkah kita sungguh-sungguh meninggalkan kehidupan yang mendatangkan dosa dalam hidup kita?

Sesungguhnya kita belum mampu melakukan semua itu. Mengapa? Karena kita kurang menghargai karya Yesus Kristus di kayu salib, juga karena kita ini adalah umat yang keras kepala dan tegar tengkuk. Saudara, ingatlah kalau cara hidup seperti itu  terus kita tunjukkan selama kita masih hidup di dunia ini, maka kebinasaan kekal pasti akan kita alami. Persembahan Yang Sempurna sudah Allah berikan untuk kita, HARGAI itu. Amin.

"Saya bertanya kepada Yesus, “Seberapa besar kasih-Mu padaku? "
"Sebanyak ini' jawab-Nya. Kemudian Dia merentangkan tangan-Nya dan mati."

Selamat Merayakan Jumaat Agung, 07 Aoril 2023


Senin, 21 Maret 2022

BELAJAR BAHASA MAYBRAT

Menghitung Angka

Dear sahabat Uter,...

Dalam postingan kali ini, saya mau mengajak kita untuk belajar bahasa dari salah satu suku yang ada di Indonesia, di wilayah Papua Barat, yakni di Kabupaten Maybrat. Kabupaten Maybrat terbagi atas tiga wilayah besar, yakni Ayamaru, Aitinyo dan Aifat. Di ketiga wilayah ini dalam berkomunikasi mereka menggunakan bahasa yang sama, bahasa Maybrat, namun berbeda pada dialeknya. Bahasa Maybrat, masih fasih digunakan oleh orang-orang tua, namun untuk anak-anak muda umumnya hanya mengerti apa yang diucapkan oleh orang tua, tetapi sulit untuk mereka mengucapkannya. Kondisi ini jika dipertahankan, maka suatu saat bahasa Maybrat sebagai bahasa Ibu akan hilang. 

Apa yang saya posting saat ini, merupakan bagian dari kegiatan kursus bahasa Maybrat yang dilakukan untuk kami para pelayan yang bertugas di Bakal Klasis Aitinyo. Sekalipun postingan ini mungkin dianggap tidak lengkap, namun kiranya dapat menambah wawasan kita tentang salah satu bahasa di Indonesia. 

Dalam postingan kali ini kita akan belajar menghitung angka satu sampai tiga puluh dalam bahasa Maybrat.

SATU                             : SAU
DUA                               : EWOK
TIGA                              : TUUF
EMPAT                           : JIET
LIMA                             : MAAT
ENAM                           : NTAMAM
TUJUH                          : NGREMAE
DELAPAN                     : NGRENTUUF
SEMBILAN                   : NGRENJIET
SEPULUH                     : SITATEM
SEBELAS                       : TAHABAH SAU
DUA BELAS                  : TAHABAH EWOK
TIGA BELAS                  : TAHABAH TUUF
EMPAT BELAS             : TAHABAH JIET
LIMA BELAS                 : TAHABAH MAAT
ENAM BELAS               : TAHABAH NTAMAM
TUJUH BELAS              : TAHABAH NGRENMAAE
DELAPAN BELAS         : TAHABAH NGRENTUUF
SEMBILAN BELAS        : TAHABAH NGRENJIT
DUA PULUH                    : RASAIT YEHAI
DUA PULUH SATU         : RASAIT YEHAI MASI SAU
DUA PULUH DUA          : RASAIT YEHAI MASI EWOK
DUA PULUH TIGA          : RASAIT YEHAI MASI TUUF
DUA PULUH EMPAT        : RASAIT YEHAI MASI JIET
DUA PULUH LIMA          : RASAIT YEHAI MASI MAAT
DUA PULUH ENAM          : RASAIT YEHAI MASI TAMAM
DUA PULUH TUJUH         : RASAIT YEHAI MASI NGRENMAI
DUA PULUH DELAPAN      : RASAIT YEHAI MASI NGRENTUUF
DUA PULUH SEMBILAN      : RASAIT YEHAI MASI NGRENJIET
TIGA PULUH                      : RASAIT YEHAI MASI SITATEM MBOKAIT

Demikian,... semoga menambah pengetahuan kita tentang bahasa Maybrat....😇

(Diposting oleh Pdt. A.Yudi Souhuwat)


Kamis, 17 Maret 2022

THEMA : “ BERDOA, BERARTI MENDEKATKAN DIRI KEPADA TUHAN “

 

MATIUS 11 : 28-30
(Untuk Ibadah Persekutuan Kaum Bapak)


Persekutuan Kaum Bapak yang Tuhan Yesus kasihi, .......
Seorang Pemuda sedang kebingungan karena kehilangan pekerjaan. Dalam kebingungan itu ia datang kepada Pendetanya dengan berkeluh kesah. “Saya sudah berdoa, tetapi Tuhan tidak menjawab”, begitu keluhnya. Sang Pendeta mengucapkan sesuatu sebagai jawabannya, tetapi suaranya begitu pelan, sehingga tidak jelas bagi pemuda itu. Maka ia datang lebih dekat kepada sang Pendeta untuk bisa mendengar lebih jelas. Pendeta itu mengulangi jawabannya, tapi si pemuda tetap belum juga bisa mendengar. Akhirnya Pemuda itu mendekatkan kepalanya ke kepala sang Pendeta dan Pendeta itu dengan berbisik mengatakan: “Tuhan kadang-kadang berbisik, kita harus mendekat supaya mengerti.” Sekarang Pemuda itu mengerti.
Dalam menjalani hidup ini terkadang ada banyak hal yang terjadi yang tidak dapat kita selami dengan akal pikiran kita sebagai manusia. Dan hal itu pula yang dirasakan oleh orang-orang percaya pada masa Yesus, dan juga orang-orang percaya pada masa Injil Matius ini ditulis. Berbagai peristiwa boleh mereka alami. Terlebih dalam kehadiran mereka sebagai pengikut Kristus, tantangan demi tantangan semakin berat dipikul dan dirasakan. Dengan akal pikiran mereka sebagai manusia, mereka tidak menemukan jawaban tentang apa arti dari semua yang sedang mereka alami. Ada orang yang banyak berbuat dosa, tetapi sepertinya kehidupan orang tersebut sangat diberkati. Contoh, orang-orang yang tinggal di kota Khorazim, Betsaida dan Kapernaum. Orang-orang yang hidup di ketiga kota ini, umumnya jauh dari berbuat baik. Tetapi Yesus berkenan datang ke ketiga kota itu dan melakukan mujizat-mujizat-Nya di situ. Terkesan sepertinya Yesus tidak menghukum mereka. Sepertinya Yesus setuju dengan tindakan mereka. Sebaliknya ada orang yang berupaya hidup jujur, baik dan benar, namun kehidupan mereka tidak lepas dari tantangan dan persoalan. Yang jika dilihat dengan kaca mata manusia, seakan-akan mereka yang mau hidup jujur, baik dan benar ini malah sepertinya sedang di hukum oleh Allah. Itulah rahasia Allah yang tidak mampu dipahami oleh manusia. Pada ayat 25, Yesus berkata : “Aku bersyukur kepada-Mu Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan dari orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil….” Orang kecil yang dimaksudkan Yesus di sini adalah orang yang rendah hati, orang yang selalu mau mendekatkan diri kepada Tuhan dalam kondisi apapun. Itulah sebabnya pada ayat-ayat bacaan kita, ada ajakan yang Yesus tujukan kepada semua orang, teristimewa mereka yang letih lesu dan berbeban berat. Datang dan mendekatkan diri kepada Tuhan dalam Doa. Sebab Yesus akan memberikan kelegaan kepada mereka. Kepada semua orang yang letih lesu dan berbeban berat, Yesus mau mengatakan bahwa tantangan dan persoalan yang mereka pikul, sesungguhnya tidak seberat yang mereka bayangkan. Jika tantangan dan persoalan itu dipikul sendiri pasti akan terasa berat. Tetapi jika mereka mau datang kepada Yesus, mengakui segala kesalahan dan pelanggaran mereka dihadapan Yesus, dan membiarkan Yesus berperkara dalam hidup mereka maka pasti beban itu akan terasa enak dan ringan. Datang dan mendekat  kepada Yesus di dalam dan melalui Doa, melambangkan sikap merendah, sikap orang kecil, yang pasrah, dan berserah dihadapan Allah yang Maha Besar dan berkuasa, yang merasa sangat memerlukan tuntunan, bimbingan dan kekuatan dari Allah di dalam Yesus Kristus. Rahasia ilahi tentang arti hidup akan Allah singkapkan kepada orang-orang  yang   berlaku   demikian.  Tetapi  orang-orang    yang   merasa diri pandai, merasa diri berhikmat, dan akhirnya tidak punya waktu untuk “Berdoa” (sungguh-sungguh mendengarkan suara Tuhan), mereka tidak akan pernah dapat memahami arti hidup ini. Pada akhirnya nanti mereka akan menanggung akibat dari semua tindakan mereka.

Persekutuan Kaum Bapak yang Tuhan Yesus kasihi,...
Ketika kita menjalani hidup ini, kita tidak dapat menghindarkan diri dari tantangan dan persoalan. Mungkin kita seperti Pemuda dalam ilustrasi di atas, di mana kita harus ada dalam kesedihan, kekecewaan, putus asa, karena tantangan dan beban hidup yang begitu berat harus kita hadapi. Kita berkata bahwa kita sudah berdoa, kita sudah bawa pergumulan-pergumulan kita itu kepada Tuhan lebih dari sekali. Tetapi Tuhan sepertinya tidak mendengar dan tidak memberi jawaban.
Akhirnya    kita   berkeluh   kesah.  Kita   marah,   kita memberontak kepada Tuhan.
Pertanyaannya, apakah benar Tuhan tidak menjawab? Apakah benar Tuhan menginginkan kita berpindah dari satu tantangan ke tantangan lainnya? Tidak Saudara! Sebenarnya Tuhan sudah menjawab, tetapi tidak dengan suara yang kuat dan keras, melainkan dengan suara yang lemah lembut. Begitu pula  tidak selamanya tantangan dan persoalan adalah karena Tuhan membenci kita. Semua yang Tuhan lakukan tentu ada maksudnya. Dengan berbisik, Tuhan menginginkan kita memusatkan perhatian, diam, berhenti mengeluh dan datang semakin dekat, sehingga kita bisa mendengar dan mengerti jawaban-Nya dengan jelas. Dengan tantangan dan persoalan sebenarnya Tuhan sedang membentuk kita, menjadi orang-orang yang mampu mengenal diri, orang-orang yang kuat dan tangguh, orang-orang yang hanya berpasrah dan mengandalkan Tuhan, orang-orang yang semakin dekat dengan Tuhan. Teristimewa dalam kehadiran kita sebagai Bapak-bapak, kepala-kepala rumah tangga, sebagai orang-orang yang diserahi tugas dan tanggung jawab penuh untuk menjadi contoh dan teladan bagi istri dan anak-anak kita. Berhadapan dengan begitu banyak persoalan dalam rumah tangga kita masing-masing, dalam tugas dan pekerjaan kita, kitalah yang pertama-tama harus menjadi orang-orang yang kuat dan  tegar. Orang-orang yang lebih banyak  memusatkan perhatian, menjadi tenang, supaya dapat mendengarkan suara Tuhan dan mengerti maksud Tuhan dalam hidup kita masing-masing. Sangatlah keliru kalau kita berlaku sebaliknya. Banyak kali secara fisik saja kita kuat, tetapi secara rohani, kita lemah. Kadang kita kehilangan kendali, kehilangan pegangan dan arah. Akhirnya ketika berhadapan dengan persoalan kita mengambil langkah yang keliru, langkah yang tidak kristiani, atau yang sering dikenal dengan istilah “jalan pintas” demi ketenangan yang sementara saja sifatnya. Ada banyak kenyataan hidup yang mungkin menurut kita tidak adil, namun kita diminta tidak cemburu, tidak iri terhadap keberhasilan orang lain. Tetapi baiklah kita mensyukuri apa yang menjadi berkat Tuhan dalam hidup kita masing-masing. Sebab dibalik semuanya itu tentu ada maksud-maksud Tuhan yang baik bagi kita.
Bapak-bapak yang terkasih, menjalani hidup yang penuh tantangan dan persoalan, menjalani hidup yang merupakan rahasia bagi kita, mari kita tetap BERDOA. Mari kita mendekatkan diri kepada Tuhan, sehingga kita dapat mengetahui apa maksud dan rencana Tuhan yang indah bagi kita semua.
Amin.- 🙏
 

Rabu, 16 Maret 2022

SEBUAH REFLEKSI MENUJU USIA V TAHUN BAKAL KLASIS GKI AITINYO

 



BACAAN  :  II TAWARIKH 26 : 1 – 23

TEMA  :   “ TETAP RENDAH HATI “

 Saudara-saudara yang Tuhan Yesus kasihi,...

Tentunya masih segar dalam ingatan kita semua, kata-kata dari seorang muda yang bernama Indra Kenz, tatkala kesuksesan demi kesuksesan dapat ia raih, pundi-pundi uangnya semakin berlipat ganda, barang-barang mewah dapat ia miliki, maka dengan ponggahnya ia berkata : “Ini nih nggak biasa nih karena ketika gua sombong gua pamerkan ya, udah mau jatuh miskin, tiba-tiba aku beramal, bersedekah, bantuin orang, nah bingung abis itu aku dikasihlah makin kaya, dapat lagikan rezeki itu. Sombong lagilah aku, pamer lagi aku, makanya Tuhan pun bingung mau mengambil keputusan”. Kata-kata Indra Kenz ini penuh dengan keangkuhan/kesombongan, seakan-akan semua yang ia peroleh asalnya dari dirinya sendiri dan juga seakan-akan ia mampu mengatur Tuhan dan sebaliknya Tuhan tidak akan mampu menentukan nasibnya (Tuhan bingung).

Saudara, ada satu kisah yang hampir senada dengan kisah Indra Kenz di atas. Dan kisah tersebut diceritakan  khusus dalam bagian pembacaan kita ini. Bagian bacaan kita menceritakan tentang seorang raja yang bernama Uzia. Uzia, menggantikan ayahnya, Amazia untuk menjadi raja di Yehuda, saat usianya masih terbilang belia, 16 tahun. Dalam usia yang muda itu, Uzia dibimbing oleh Zakharia, yang terus menerus menekankan kepada Uzia untuk menjadi seorang raja yang takut akan Allah (ayat 5a). Sepertinya Zakharia berhasil menjadikan Uzia sebagai seorang raja yang takut akan Tuhan dan mengandalkan Tuhan Allah dalam segala hal. Ayat 4 menegaskan bahwa dalam hidupnya Uzia melakukan apa yang benar di mata Tuhan. Karena Uzia takut akan Tuhan dan mengandalkan Tuhan, maka Tuhan Allah membuat dia berhasil dalam kepemimpinannya sebagai raja di Yehuda (ayat 7 – 15a) dan pada ayat 15b dikatakan, “Allah juga membuat namanya masyur sampai ke negeri-negeri yang jauh”. 

Sayang seribu sayang, Uzia yang boleh mengalami pertolongan Tuhan secara ajaib, telah berubah menjadi tinggi hati dan berubah setia kepada Tuhan, Allahnya. Uzia tidak menyadari bahwa segala sesuatu yang telah dihasilkannya adalah karena pertolongan Tuhan Allah (II Taw 26 : 5, 7) dan orang lain ( orang Amon,  pasukan tentara, kepala-kepala puak pahlawan-pahlawan yang gagah perkasa ; II Taw 26 : 8, 11-13). Salah satu kesalahan Uzia yang sangat fatal adalah ketika dia mengambil alih tugas yang bukan menjadi hak dan tanggung jawabnya, yakni memasuki Bait Allah untuk membakar ukupan di atas mezbah pembakaran ukupan (ayat 16b). Tindakan Uzia ini mendapat teguran keras dari Imam Azarya dan delapan puluh imam Tuhan lainnya. Dengan tegas mereka mengatakan bahwa Uzia tidak akan memperoleh kehormatan dari Tuhan. Dan benar perkataan para Imam ini, sebagaimana Uzia selalu mengalami pertolongan Tuhan secara ajaib saat ia masih setia mencari Allah, kini ketika ia telah berubah menjadi tinggi hati dan melupakan Allah, hukuman Allah, murka Allah seketika itu juga menimpa Uzia. Secara tiba-tiba muncul penyakit kusta pada dahi Uzia, penyakit ini membuat ia diasingkan dan dikucilkan dan pada akhirnya sampai mati Uzia membawa penyakitnya itu.

Saudara yang Tuhan Yesus kasihi, esok hari kita sebagai Pelayan dan warga jemaat yang ada di Bakal Klasis Aitinyo akan merayakan usia ke 5 (lima) tahun sebagai satu persekutuan. Saya hendak mengajak kita semua, baik selaku para Pelayan Firman (Pendeta, Guru Injil, Penatua, dan Syamas), warga jemaat dan intelktual Aitinyo Raya untuk belajar banyak dari kisah di atas. Bakal Klasis Aitinyo yang dulunya masih bergabung dengan Klasis Maybrat telah mengambil keputusan untuk memekarkan diri karena tuntutan dan kebutuhan pelayanan di wilayah Aitinyo Raya. Disponsori oleh tokoh-tokoh pemekaran, ditopang oleh 5 orang Pendeta, 5 orang Guru Injil, dan sejumlah Penatua sebagai Ketua-ketua Majelis jemaat, 3 orang relawan dan Intelektual Aitinyo Raya, kita telah melangkah bersama, bekerja bersama demi membuktikan jati diri Aitinyo Raya di mata GKI Di Tanah Papua dan secara khusus di mata orang-orang Maybrat. Ada begitu banyak kata-kata sindiran yang terungkap karena keputusan para tokoh pemekaran untuk memisahkan diri dari Klasis Maybrat. Namun kata-kata sindiran itu dilihat dan diterima sebagai tantangan untuk membenahi dan membuktikan diri.

Dalam usia 5 tahun dan dalam kesiapan menuju pada Kemandirian, dapatkah kita menepuk dada dan berkata bahwa Bakal Klasis Aitinyo ada dan dapat berkarya sampai hari ini, itu semua karena saya selaku perintis; atau karena saya selaku Pendeta; atau karena saya selaku Badan Pekerja Klasis; atau karena saya selaku Intelektual.  Tentu tidak seperti itu!!! Kita boleh tiba pada usia 5 tahun, dengan semua kerja yang telah kita hasilkan juga siap menuju pada kemandirian, semua itu terjadi hanya KARENA PERTOLONGAN TUHAN YANG AJAIB DAN HERAN BAGI KITA SEMUA DAN JUGA KARENA ADA KERJASAMA DI ANTARA KITA. Saya suka sekali melihat bagaimana para tukang bangunan mengerjakan sebuah bangunan. Masing-masing orang mengerjakan bagiannya tanpa mencampuri pekerjaan orang lain atau pun menghakimi pekerjaan orang lain. Ada saatnya mereka akan bekerja bersama-sama, demi kepentingan bersama.   Hingga pada akhirnya jadilah sebuah bangunan yang indah dan megah.

Belajar dari raja Uzia, juga belajar dari pengalaman Indra Kenz, janganlah sampai semua keberhasilan ini merubah kita menjadi orang-orang yang tinggi hati dan melupakan Tuhan. Apa sebenarnya yang sudah kita buat untuk pekerjaan Tuhan? Kalau mau dihitung-hitung kerja kita dan semua yang sudah Tuhan buat untuk kita, ibarat langit dan bumi, perbedaannya teramat sangat besar. Yang kita buat amat sangat sedikit dan semua itu tidak akan mampu dibandingkan dengan yang Tuhan sudah buat dan anugerahkan dalam hidup kita. Oleh sebab itu, di usia yang ke 5 tahun, juga dalam persiapan menuju pada kemandirian, mari melayani dengan kerendahan hati. Seperti Yesus yang melayani dengan kerendahan hati. Kerendahan hati akan memampukan kita terus melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, yang kesemuanya yang dapat menjadi berkat bagi banyak orang. Kiranya Tuhan Yesus memberkati kita di usia yang baru ini.  Amin. 


  IBRANI 10 : 1 – 18 TEMA   : PERSEMBAHAN YANG SEMPURNA   Saudara-saudara yang Tuhan Yesus kasihi, …. Ada satu suku di Papua, yang b...