Selasa, 28 Maret 2023

 IBRANI 10 : 1 – 18

TEMA   : PERSEMBAHAN YANG SEMPURNA

 


Saudara-saudara yang Tuhan Yesus kasihi, ….

Ada satu suku di Papua, yang bernama suku SAWI. Suku ini adalah suku pengembara, yang sampai dengan awal tahun 1960-an masih hidup dalam keadaan primitif.  Suku ini dikenal sebagai suku yang suka memuja penghianatan, kanibal, suka berperang, dan menggunakan tengkorak kepala musuh mereka sebagai alas tidur. Salah satu budaya yang terkenal dari suku Sawi adalah menjalin persahabatan kemudian menghianati sahabat dengan mula-mula menggemukkan dia lalu membunuh dan memakan dagingnya. Cara hidup yang demikian membuat kehidupan mereka dengan suku-suku yang lain diliputi oleh kecurigaan dan selalu siap untuk berperang. Itulah sebabnya mengapa begitu sulit sekali membawa Injil masuk dalam kehidupan dan budaya suku ini. Namun di tahun 1962, salah satu lembaga Kristen di Kanada, mengutus sepasang suami istri yang bernama Don dan Carol Richardson untuk memberitakan Injil Yesus Kristus di antara orang-orang suku Sawi. Sudah tentu ada banyak rintangan yang harus dihadapi oleh Don dan Carol dalam memperkenalkan kekristenan kepada mereka. Jurang yang memisahkan antara kekristenan dan keganasan suku Sawi sangat lebar dan sepertinya sulit untuk dijembatani. Sekalipun demikian budaya mereka tentang anak perdamaian menunjukkan ketulusan mereka untuk menciptakan perdamaian di antara suku-suku yang suka berperang. Tradisi anak perdamaian diberlakukan kalau tidak ada jalan lain bagi dua pihak yang saling berperang untuk berdamai. Seorang ayah dari salah satu pihak menyerahkan anak kandungnya sendiri, yakni seorang bayi laki-laki, kepada wakil dari pihak musuh. Kemudian dari pihak musuh juga akan menyerahkan seorang bayi laki-laki dari sukunya kepada orang yang tadi menyerahkan anaknya. Masing-masing pihak kemudian membuat janji secara lisan yang didengar banyak saksi dari kedua belah pihak bahwa mereka akan mempertahankan perdamaian selama kedua anak itu hidup. Sesudah itu  orang-orang dari kedua belah pihak yang tadi menerima dan menyerahkan anaknya sebagai jaminan perdamaian akan memanggil kaum kerabat dari sukunya untuk meletakkan telapak tangan mereka atas anak perdamaian itu sebagai tanda bahwa mereka pun akan ikut menjaga perdamaian di antara kedua pihak.

Saudara yang terkasih,….

Tradisi ini memang bagus, namun sesungguhnya tidak menjamin perdamaian yang kekal akan terjadi antara kedua pihak yang berseteru. Karena ketika salah seorang anak perdamaian meninggal dunia, perang pasti berkobar lagi. Don dan Carol kemudian menggunakan tradisi ini sebagai batu loncatan guna memperkenalkan tentang Yesus Kristus. Yesus Kristus juga adalah Anak Perdamaian yang diberikan Allah untuk memperdamaikan manusia dengan Allah. Namun sudah tentu ada perbedaan yang sangat besar antara anak perdamaian dari suku Sawi dengan Anak Perdamaian dari Allah. Penulis surat Ibrani dalam bagian pembacaan kita tadi, jelas-jelas hendak memperlihatkan perbedaan tersebut. Penulis surat Ibrani memang tidak berbicara tentang perjanjian damai yang dilakukan di suku Sawi, melainkan penulis berbicara tentang apa yang sering dilakukan oleh orang-orang Yahudi guna mendapatkan penebusan dosa. Namun kita lihat ada kemiripan antara kebiasaan suku Sawi dan kebiasaan orang-orang Yahudi.

Guna mendapatkan pengampunan dosa, setiap tahun orang-orang Yahudi akan membawa persembahan/korban penghapus dosa ke dalam Bait Allah. Sekalipun hal tersebut dilakukan terus menerus atau berulang-ulang, tetap tidak memberi jaminan bahwa dosa-dosa umat sudah diampuni. Di ayat empat dikatakan “Sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba jantan menghapuskan dosa.” Pengampunan atas dosa yang telah menyebabkan putusnya hubungan manusia dengan Allah, merupakan kebutuhan utama dari umat manusia/orang-orang percaya. Kebutuhan ini tidak bisa dianggap sepele atau dipandang tidak penting. Sebaliknya kebutuhan ini sangat penting. Itulah sebabnya mengapa orang-orang Yahudi setiap tahun harus membawa korban persembahan penghapus dosa. Karena kebutuhan atas penghapusan dosa teramat sangat penting, maka Allah berinisiatif untuk menyerahkan Anak-Nya yang tunggal, Yesus Kristus sebagai Persembahan yang sempurna dalam menghapus dosa umat manusia. Dalam kehadiran-Nya ditengah-tengah dunia ini, Yesus Kristus tahu bahwa Dia adalah Anak Perdamaian. Untuk menghapus dosa umat manusia, Yesus Kristus tidak mengorbankan kambing jantan atau lembu jantan, sebaliknya Ia mengorbankan diri-Nya sendiri.  Yesus mau menanggung semua penderitaan dan kematian akibat dosa, demi memberikan hidup yang sesungguhnya kepada manusia. Dan apa yang Yesus lakukan ini, berbeda dengan yang dilakukan oleh suku Sawi dan juga orang-orang Yahudi. Perbedaannya nampak dari :

1. Pengorbanan Yesus dilakukan satu kali untuk selama-lamanya, (Roma 6 : 10).

2. Pengorbanan Yesus memberikan jaminan keselamatan yang kekal untuk setiap orang yang percaya kepada-Nya.

3.  Pengorbanan Yesus Kristus dilakukan atas dasar  KASIH, (Yohanes 3:16).

Orang-orang dari suku Sawi harus menjaga supaya anak perdamaian tidak boleh mati sehingga mereka dapat hidup aman dan damai; orang-orang Yahudi harus berulang-ulang/terus-menerus mempersembahkan korban penghapus dosa, supaya mereka diyakinkan bahwa dosa mereka diampuni. Namun Yesus Kristus melakukan penebusan dosa satu kali untuk selama-lamanya, tanpa mengorbankan orang lain, tapi diri-Nya sendiri. Itulah sebabnya pengorbanan Yesus untuk penghapusan dosa/pengampunan dosa disebut sebagai PERSEMBAHAN YANG SEMPURNA.

Saudara-saudara terkasih,….

Pada hari Jumaat, 7 April 2023 kita kembali diundang oleh Yesus Kristus ke dalam Perjamuan Kudus, di Jumaat Agung. Sama seperti perayaan Perjamuan Kudus yang selalu kita ikuti selama ini, Perayaan Perjamuan Kudus kali ini pun hendak mengingatkan kita bahwa pengampunan atas dosa-dosa kita dimungkinkan oleh Kasih dan Kemurahan Allah atas kita semua. Bukti dari pengorbanan Yesus itu yang kita rayakan dalam bentuk Perjamuan Kudus. Simbol-simbol yang dipakai dalam Perjamuan Kudus, seperti Meja Perjamuan yang berbentuk salib, Roti dan Anggur, semuanya itu juga bermaksud untuk mengingatkan kita tentang Persembahan Yang Sempurna yang sudah terjadi di kayu salib pada dua ribu tahun yang lalu. Kalau Allah dapat memberikan yang terbaik yang ada pada-Nya yaitu Yesus Kristus sebagai Korban Persembahan yang sempurna bagi kita, kalau Yesus Kristus rela memberikan diri-Nya menderita bahkan mati di kayu salib ganti kita, lantas apa yang sudah kita lakukan sebagai respons kita atas karya keselamatan Allah itu? Sudahkah kita juga memberi yang terbaik yang ada pada kita kepada Allah? Sudahkah kita mengasihi Allah dengan sungguh? Sudahkah kita sungguh-sungguh meninggalkan kehidupan yang mendatangkan dosa dalam hidup kita?

Sesungguhnya kita belum mampu melakukan semua itu. Mengapa? Karena kita kurang menghargai karya Yesus Kristus di kayu salib, juga karena kita ini adalah umat yang keras kepala dan tegar tengkuk. Saudara, ingatlah kalau cara hidup seperti itu  terus kita tunjukkan selama kita masih hidup di dunia ini, maka kebinasaan kekal pasti akan kita alami. Persembahan Yang Sempurna sudah Allah berikan untuk kita, HARGAI itu. Amin.

"Saya bertanya kepada Yesus, “Seberapa besar kasih-Mu padaku? "
"Sebanyak ini' jawab-Nya. Kemudian Dia merentangkan tangan-Nya dan mati."

Selamat Merayakan Jumaat Agung, 07 Aoril 2023


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  IBRANI 10 : 1 – 18 TEMA   : PERSEMBAHAN YANG SEMPURNA   Saudara-saudara yang Tuhan Yesus kasihi, …. Ada satu suku di Papua, yang b...